Model Pengembangan Open Source


Sumber terbuka (Inggris: open source) adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu / lembaga pusat, tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet). Pola pengembangan ini mengambil model ala bazaar, sehingga pola Open Source ini memiliki ciri bagi komunitasnya yaitu adanya dorongan yang bersumber dari budaya memberi.

Pola Open Source lahir karena kebebasan berkarya, tanpa intervensi berpikir dan mengungkapkan apa yang diinginkan dengan menggunakan pengetahuan dan produk yang cocok. Kebebasan menjadi pertimbangan utama ketika dilepas ke publik. Komunitas yang lain mendapat kebebasan untuk belajar, mengutak-ngatik, merevisi ulang, membenarkan ataupun bahkan menyalahkan, tetapi kebebasan ini juga datang bersama dengan tanggung jawab, bukan bebas tanpa tanggung jawab.

Pada intinya konsep sumber terbuka adalah membuka "kode sumber" dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh pada awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat lunak. Dengan diketahui logika yang ada di kode sumber, maka orang lain semestinya dapat membuat perangkat lunak yang sama fungsinya. Sumber terbuka hanya sebatas itu. Artinya, dia tidak harus gratis. Definisi sumber terbuka yang asli adalah seperti tertuang dalam OSD (Open Source Definition)/Definisi sumber terbuka.

Pengembangan Senayan awalnya diinisiasi oleh pengelola Perpustakaan Depdiknas. Tetapi sekarang komunitas pengembang Senayan (Senayan Developer Community) yang lebih banyak mengambil peran dalam mengembangkan Senayan. Beberapa hal dibawah ini merupakan kultur yang dibangun dalam mengembangkan Senayan:
1.    Meritokrasi. Siapa saja bisa berkontribusi. Mereka yang banyak memberikan kontribusi, akan mendapatkan privilege lebih dibandingkan yang lain.
2.    Minimal punya concern terhadap pengembangan perpustakaan. Contoh lain: berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi, bekerja di perpustakaan, mengelola perpustakaan, dan lain-lain. Diharapkan dengan kondisi ini, sense of librarianship melekat di tiap developer/pengguna Senayan. Sejauh ini, semua developer senayan merupakan pustakawan atau berlatarbelakang pendidikan kepustakawanan (Information and Librarianship).
3.    Release early, release often, and listen to your customer. Release early artinya setiap perbaikan dan penambahan fitur, secepat mungkin dirilis ke publik. Diharapkan bugs yang ada, bisa cepat ditemukan oleh komunitas, dilaporkan ke developer, untuk kemudian dirilis perbaikannya. Release often, artinya sesering mungkin memberikan update perbaikan bugs dan penambahan fitur. Ini “memaksa” developer Senayan untuk terus kreatif menambahkan fitur Senayan. Release often juga membuat pengguna berkeyakinan bahwa Senayan punya sustainability yang baik dan terus aktif dikembangkan. Selain itu, release often juga mempunyai dampak pemasaran. Pengguna dan calon pengguna, selalu diingatkan tentang keberadaan Senayan. Tentunya dengan cara yang elegan, yaitu rilis-rilis Senayan. Sejak dirilis ke publi pertama kali November 2007 sampai Juli 2009 (kurang lebih 20 bulan) telah dirilis 18 rilis resmi Senayan. Listen to your customer. Developer Senayan selalu berusaha mengakomodasi kebutuhan pengguna baik yang masuk melalui report di mailing list, ataupun melalui bugs tracking system. Tentu tidak semua masukan diakomodasi, harus disesuaikan dengan desain dan roadmap pengembangan Senayan.
4.    Dokumentasi. Developer Senayan meyakini pentingnya dokumentasi yang baik dalam mensukseskan implementasi Senayan dibanyak tempat. Karena itu pengembang Senayan mempunyai tim khusus yang bertanggungjawab yang mengembangkan dokumentasi Senayan agar terus uo-to-date mengikuti rilis terbaru.
5.    Agar ada percepatan dalam pengembangan dan untuk mengakrabkan antar pengembang Senayan, minimal setahun sekali diadakan Senayan Developers Day yang mengumpulkan para developer Senayan dari berbagai kota, dan melakukan coding bersama-sama.